1. BENCANA ALAM DAN PEMBANGUNAN KOTA
Perkembangan peradaban manusia yang telah berlangsung ribuan tahun ini pada saat sekarang telah sampai pada peradaban yang dikenal dengan Globalisasi. Abad global tersebut adalah keterjalinannya kehidupan manusia di dunia ini yang antara lain berbentuk kecepatan penjalaran peradaban yang sangat cepat. Dan hal tersebut menciptakan proses « homogenisasi « artinya manusia dibawa ke arah budaya yang sama yang sudah terlihat jelas yaitu budaya konsumtip yang sama ,Robert Potter mengatakan sebagai « the same desire « ( 1980 ). Keinginan yang yang sama itu adalah berasal dari kekuatan penciptaan pasar (market) dari sistem kapitalis yang telah dianut hampir semua negara maju dan berkembang. Di lapangan hal tersebut dapat dicontohkan pada cepat berkembangnya keinginan mempunyai produk-produk global seperti hand phone, komputer, kendaraan ber merk yang terus cepat berkembang . Keinginan mode pakaian dan life style sosial yang sama, semua hal tersebut mengarah ke kebudayaan barat asal penjalaran dari kapitalisme dunia. Proses homogenisasi tersebut disebut Robert Potter ( 1980) sebagai proses konvergensi . Oleh karena itu perdaban kapitalistik, atau dapat disebut perdaban konsumtip telah makin dan sangat cepat berkembang setelah peraban sosialis yang merupakan tandingannya ( lawannya ) disumberkan atau dipimpin Uni soviet telah runtuh. Peradaban konsumtip sebagai bentuk yang diciptakan oleh kekuatan kapitalisme adalah suatu bentuk kehidupan yang menjamin kehidupan kapitalisme. Jadi kekuatan pasar adalah sesuatu yang dapat diciptakan oleh pengembangan teknologi informasi dan komunikasi sebagai kekuatan kapitalis untuk mengembangkan segala bentuk informasi dan distribusikan dalam jaringan komunikasi global.
Peradabaan produksi dan konsumsi cepat berlangsung menciptakan proses exploitasi sumber daya alam untuk dikonsumsi.
Pembangunan kota adalah bentuk ruang terbangun tempat berlangsungnya proses konsumsi masyarakat. Metropolis sebagai kekuatan konsentrasi masyarakat urban adalah pusat produksi dan konsumsi global berkejalinan, berajut, dari pusat pusat ke sub pusat wilayah kota-kota hingga kota kecil di planet ini. Ruang alamiah sebagai sumber daya alam tertutup bangunan atau dieksploitasi sebagai ruang produksi dan konsumsi manusia urban ( perkotaan ). Urbanisasi adalah proses terbentuknya masyarakat kota dalam ruang perkotaan merupakan proses perkembangan peradaban manusia yang melakukan eksploitasi alam secara cepat. Pemanasan global diproduksi dari ruang-ruang terbangun tempat manusia berproduksi dan berkonsumsi yaitu ruang perkotaaan telah menciptakan peningkatan temperatur ( penggunaan penghawaan buatan / air condition, gas buangan alat transport maupun pabrik-pabrik). Perubahan tata air dan produk sanitasi yang kurang dikelola menciptakan banjir dan polusi. Pembangunan kota-kota besar yaitu pembangunan ruang terbangun berskala besar ( menyebar ) seperti kota metropolis, mengembang menjadi kota wilayah (Urban region ) menciptakan proses percepatan kerusakan planet bumi tempat manusia itu hidup.
Proses pembangunan yang sangat cepat di planet bumi ini telah ditandai dengan kejadian pardoxal sebagai berikut :
Di satu pihak peradaban manusia sangat cepat berkembang dipacu oleh penemuan ilmu dan penerapan teknologi untuk mencapai « kesejahteraan lahiriah «, namun di pihak lain pengembangan kesejahteraan lahiriah tersebut mengakibatkan ancaman bencana alam pada tempat atau ruang manusia itu hidup baik dalam skala lokal mikro maupun global dan mendasar. Ruang kehidupan perkotaan lah sebagai ruang perkembangan peradaban bagi kesejahteraan lahiriah manusia tetapi menjadi penyebab terjadinya bencana alam.
Perkembangan kota disebabkan oleh pertambahan kelahiran penduduk yang sedikit kontribusinya, namu dipacu oleh proses pergeseran atau migrasi penduduk dari pedesaan ke kota serta proses transformasi penduduk dari kehidupan desa ke kota. Oleh karena itu bagaimana usaha usaha manusia untuk mengurangi proses perkembangan bencana alam tersebut ? Apakah kelahiraan manusia dikurangi? Dan proses kehidupan perkotaan dikurangi ?agar ruang ruag perkotaan ( ruang terbangun ) direduksi pertambahannya ? Apakah peradaban dan kesejahteraan lahiriah manusai yang dikurangi ?
Konsep tersebut telah dipikirkan banyak orang dan jawabannya adalah dalam usaha manusia meningkatkan peradabannya harus melalui proses pembangunan yang berkeadilan sekaligus menyelamatkan sumber daya alam untuk generasi selanjutnya. Inilah konsep yang dikenal sebagai Pembangunan yang Berkelanjutan. Kuncinya adalah bagaimana produk peradaban berupa ruang perkotaan (urban space) ditata agar dapat mengembalikan kekuatan sumber daya alam dengan berkeadilan. Penataan ruang terbangun pertama-tama harus didasari oleh daya terima atau kemampuan yaitu karakteristik ruang alam.
2. SEMARANG DARI KERAPUHAN ALAM KE POTENSI PENGEMBANGAN
Telah kita ketahui bersama bahwa masalah bencana alam yang melanda secara rutin kota Semarang seperti banjir air hujan maupun masuknya air laut serta tanah longsor di beberapa wilayah atas adalah sudah menjadi pengetahuan umum. Saya selalu mengatakan di berbagai kesempatan bahwa kota Semarang tidak akan bisa mencapai apapun visi pembangunan kalau masalah banjir terutama di jantung kota tidak teratasi. Rutinitas banjir apalagi rob ( masuknya air laut ) betul-betul telah membentuk citra kota yang negatip. Citra adalah produk persepsi yang paling tinggi dalam pandangan manusia, artinya sulit dihapus atau memerlukan waktu lama dalam menghilangkan persepsi walau keadaan nyatanya sudah berubah.
Pada dasarnya dengan berbagai sejarah pengalaman manusia hingga sekarang kita sudah bersepakat bahwa Pembangunan yang Berkelanjutan merupakan Paradigma. Paradigma adalah pendapat yang dianggap benar apabila sudah dipilih tidak bisa diperdebatkan dan harus konsisten dijabarkan secara teknis. Paradigma Pembangunan Berkelanjutan menyangkut dua aspek utama dalam pembangunan yaitu perlindungan potensi alam dan keadilan sosial, hal tersebut untuk menjaga keberlanjutan pembangunan. Pada aspek pertama dijabarkan bahwa kondisi alam atau sumber daya alam menjadi konstanta yang akan memberikan referensi ke arah mana pembangunan dilakukan. Kondisi banjir yang dialami kota Semarang bawah adalah suatu kerapuhan wilayah karena merupakan bagian wilayah aluvial yang terletak hampir sama atau di bawah permukaan laut serta di belakangi oleh perbukitan yang terjal. Dan selanjutnya tanah aluvial secara konstruksi adalah rentan dalam menopang beban karena tergantung pada kekuatan air tanah di bawahnya. Suatu struktur alami yang menjadi konstanta bagi semua pemikiran pembangunan di atasnya . Penggunaan air tanah dan penggunaan daerah-daerah rendah tangkapan air merupakan suatu pelanggaran dalam paradigma pembangunan yang berkelanjutan. Dan daerah resapan air diperbukitan menjadi persyaratan utama dilestarikan untuk menjaga air tanah di kota bawah dan mengurangi run off di kota bawah. Pengetaahuan ini merupakan pengetahuan umum yang sudah diketahui oleh masyarakat apalagi pengambil kebijakan. Karakter fisik alam ini dengan kerentananya dari kota Semarang sudah menjadi common sense, menjadi pengetahuan umum.
Karakter alam dan segala kerentanan kota Semarang sudah menjadi citra alami kota tersebut. Jadi semua pembangunan fisik harus mempertimbangkan hal tersebut. Hal tersebut kalau dilanggar kota Semarang tidak akan lepas dari masalah bencana.
Berangkat dari sini maka saya ingin mengusulkan pemikiran pembangunan tata ruang kota Semarang yang harus mengikuti paradigma keberlanjutan , suatu hal yang akan menjadi dasar bagi penentuan visi pembangunan.
Tujuan pembangunan kota Semarang selanjutanya adalah bagaimana memanfaatkan karakter maupun kerentanan fisik alam ini menjadi potensi pembangunan yang menciptakan potensi ekonomi kota maupun keadilan sosial.
Potensi « kerentanan « pada daerah-daerah yang rendah di bawah muka air laut dan selalu terendam air hujan maupun air laut harus dikembalikan sebagai fungsi ekosistem. Adapun pemanfaatan manusia terhadap daerah semacam tersebut harus dikreasikan agar memberi keuntungan ekonomi dan keadilan Semua lahan ada pemiliknya baik publik (pemerintah) maupun masyarakat. Di sinilah penetapan fungsi untuk daerah daerah kekuatan eko sistem harus memberikan subsidi terhadap pemilik tanah sehingga terjadi keadilan penataan ruang. Kebijakan insentip dan disinsentip tersebut merupakan alat untuk mencapai tata pembangunan yang berkelanjutan. Yaitu penataan ruang mempunyai dasar kelestarian eko sistem, pengembangan ekonomi dan keadilan sosial.
3. « SMART GREEN CITY » BENTUK PARADIGMA PEMBANGUNAN KOTA YANG BERKELANJUTAN
Jawaban dari persoalan di atas semua untuk kota Semarang yang mempunyai struktur ruang alami yang spesifik :bukit dan bagian tanah datar berupa tanah alluvial dan laut mempunyai kerentanan banjir dan kekuatan tanah yang tergantung atas kandungan air tanah di kota bawah, hanya ada satu jawaban untuk menciptakan kota Semarang yang berkelanjutan :
“SMART GREEN CITY “ , green atau hijau di sini adalah makna alami, kota Semarang harus dibangun berdasarkan karaktersitik alamnya yang mempunyai kerentanan yang tinggi dan harus dicerdasi agar menjadi potensi.
Konsep pembangunan kota Semarang berdasar karakteristik alamnya :
- Daya terima dan kesediaan ruang
Konsep pembangunan melalui pengaturan ruang akan menjaga siklus air tanah antara perbukitan dan daerah alluvial . Bahwa Daerah perbukitan terutama daerah yang tetap harus menjaga fungsi resapan hal tersebut penting untuk menjaga volume air tanah di kota bawah yang diperlukan menjaga kostruksi tanah. Sedang daerah bawah yang berada di bawah permukaan laut dilestarikan sebagai daerah penampungan air hujan , terutama daerah pantai yang sekarang berfungsi perikanan Tambak (Aqua culture) tetap dilestarikan bersama pengembangan tanaman Bakau yang diperlukan untuk melindungi abrasi pantai dan mengurangi dampak tsunami.Begitu juga area lain yang terendam air laut menjadi sekaligus tampungan mencegah banjir.
Penggunaan ruang atau lahan menjadi lahan terbangun (ditutupi bangunan) dalam area luas kota harus sesuai dengan DAYA TERIMA RUANG (alam). Daya terima ruang akan dipertimbangkan terhadap aspek kemampuan lahan menerima pembangunan yaitu aspek-aspek yang menyangkut :
Kerentanan alam yang dapat menimbulkan bencana, untuk kota Semarang terletak kepad aspek2 di atas tersbut :
Daerah alluvial hrus dijaga kandungan air tanah untu menjaga kekuatan beban bangunan di atasnya.
Daerah atas merupakan daerah resapan untuk mengisi aqua feer (air tanah) di kota bawah.
Perbandingan minimal ditentukan dalam UU 2006 no 27 yaitu ruang terbuka ( tidak terbangun ) adalah sebesar 30 %, namun besaran ini adalh minimum, dan hal yang cukup adalah sebesar 50 % karena tidak semua area dapat meresap tanah dengan baik.
Dengan melihat perkembangan penduduk kota Semarang dan rasio tata ruang urban sebesar 70 orang per Ha , maka kita dapat melihat proyeksi ketersediaan ruang kota Semarang sebagai berikut :
Kesediaan lahan
Kondisi sekarang 2010 luas lahan
non Terbangun = 16958,58682 Hectare (48%)
Terbangun = 18643,81818 Hectare (52 %)
Tahun 2015
Non Terbangun = 14.120,61279 Hectare ( 40 %)
Terbangun = 21.481,79221 Hectare ( 60 %)
Tahun 2020
Non Terbangun = 12.227,49591 Hectare ( 34 % )
Terbangun = 23.374,90909 Hectare ( 66 % )
Tahun 2025
Non Terbangun = 10.076,59981 Hectare ( 28%)
Terbangun = 25.525,80519 Hectare ( 72 % )
Tahun 2030
Non Terbangun = 9.560,2650 Hectare ( 27 %)
Terbangun = 26.509,64 Hectare ( 73 % )Perkembangan ruang terbangun kota Semarang akan mencapai kondisi tidak seimbang ( tidak cukup ) mulai tahun 2025, di mana ruang non terbangun hanya tersisa 27 %. Adapun untuk mencapai kondisi ideal sudah terlewat, ruang terbangun pada saat sekarang ( 2010) sudah di bawah 50 %. Pada th 2020 di mana merupakan batas tahun RUTRWK 2010-2030 ruang non terbangun sudah tinggal 27 %, jadi dibawah standard minimal, di bawah ketentuan UU 2006 th27. Hal tersebut memerlukan kebijakan pemadatan bangunan, maka mendorong pembangunan rumah bertingkat minimal 2 lantai sudah harus dilakukan.
Pertama kesediaan ruang ini tidak pernah diperhitungkan dalaam analisis RUTRW bahkan di UU Penataan Ruang. Yang kedua pengadaan ruang untuk kepentingan publik sebesar 20 % cara mendapatkan bagaimana ? hal tersebut juga tidak mendapaatkan perhatian dalam UU tersebut. Apakah pemerintah harus membeli tanah? UU pertanahan tentang sempadan pantai dan sungai merupakan ruang pendukung alami memang berada kekuasaan publik, apakah aspek sertifikat sudah ditetapkan ? bahkan kita banyak melihat bangunan-bangunan water front itu merupakan penggunaan pribadi, bahkan pantai di depan hotel-hotel di Taman Impian Jaya Ancol masuk di halaman taman tersebut yang harus membayar kalau masuk.
Pengadaan ruang hijau publik adalah sangat menjadi masalah. Ketidak mampuan pemerintah membeli tanah untuk lapangan sepak bola pada setiap kecamatan atau lapangan bermain pada setiap kelurahan. Pengadaan melalui real estate adalah cara untuk mendapatkan ruang publik yang terbayar oleh pembeli kapling. Namun peraturan real estate sulit diterapan secara standar apalagi ideal karena pendekatan pasar yang berlaku. Di Prancis , Singapur dan banyak negara maju ada yang tidak menerapkan pengembang lahan oleh perusahaan swasta tetapi dilakukan oleh perusahaan pemerintah yang tidak menarik keuntungan. Pemerintah yang bertindak membebaskan lahan ( yang dikenal sebagai bank lahan ) dan menjualnya. PERUMNAS pun tidak mampu melaksanakannya walaupun merupakan perusahaan publik. Karena model pemerintah berperan dalam menentukan pembelian dn penjaualan lahan menuntun pemerintah harus mempunyai kapital yang besar. Peran besar pemerintah dalam mekanisme pasar lahan memang berada di dalam paradigma atau keperpihakan politik yang tidak sama dengan kebebasan mekanisme pasar yang diyakini lebih efisien (?). Melalui mekanisme pasar masyarakat lah yang akan membeayai pengadaan tanah publik. Hasil di lapangan pengadaan ruang public sangat tergantung terhadap harga jual kapling oleh developer sehingga menyulitkan terjadinya ruang publik. Mungkin cara kombinasi melaui swasta dan pemerintah dapat dilakukan untuk mencapai keberhasilan pengadaan ruang publik. Tetapi perusahaan campuran tersebut harus mempunyai kekuatan anti korupsi yang besar.
- Pembangunan Kota berbasis ruang hijau :
Dengan tujuan pengadaan ruang hijau dan ruang air di Semarang maka kota Semarang harus dicanangkan sebagai kota Hijau ( Green city ), suatu jargon yang sedang dicanangkan di seluruh dunia agar masing-masing kota memberi kontribusi terhadap penurunan emisi karbon untuk penurunan pemanasan global . Dengan demikian Visi Kota Hijau Semarang akan mendukung terhadap pemecahan kerentanan alam ( bencana banjir dan longsor ) tetapi juga berkontribusi kepada tuntutan global dalam mengurangi emisi karbon.
Kota hijau merupakan simbol kedekatan alam dengan pembangunan. Karakteristik dan kerentanan alam menjadi dasar terhadap konsep pembangunan. Untuk kota Semarang suatu sistem tata air dan tata hijau merupakan dasar bagi penguatan struktur alam kota yang mempunyai struktur :
Perbukitan, tanah datar dengan dua sistem geologi yang berbeda antara daerah bukit dan daerah datar yang merupakan hasil pengembangan pantai.
Ruang hijau akan mempermudah peresapan air hujan untuk mengisi aqua feer kota bawah yang memperkuat untuk menopang beban bangunan.
Ruang hijau atas akan menurunkan emisi gas carbon dan dengan vegetasi tanaman keras akan memperkuat tanah permukaan perbukitan dari kelongsoran
- Konsep CPULS : Continous Productive Urban LandscapeS
Konsep Green city telah banyak dilakukan di berbagai negara, salah satu konsep yang terkenal adalah ( 2005, Viljoen). Konsep penghijauan kota ini merupakan pengembangan landscape yang menerus dalam hubungan urban dan rural serta merupakan landscape productip. Konsep tersebut mempunyai sasaran :
· Usaha pengembangan lingkungan yang mengurangi panas
· Usaha bersifat ekonomi, berupa kegiatan Urban Agriculture menciptakan produk pertanian organik, yang mengurangi konsumsi produk industri pertanian yang penuh dengan bahan kimia dan menelan energi yang tidak renewable.
· Pengembangan landscape merupakan usaha menciptakan kehidupan di luar bangunan yang menciptakan komunitas. Kegiatan farming oleh penduduk kota dan kegiatan olah raga di alam luar menciptakan kontak social yang baik.
· Kontinuitas landscape urban agriculture di kota dan menyambung ke desa menciptakan sistem ekologi yang lebih luas dari skala kota ke skala wilayah. Hubungan desa kota tidak hanya secara ekonomi saja tetapi juga secara ekologis. Urban Agriculture dilakukan di wilayah atas bagian selatan maupun tenggara yaitu kecamata Semarang selatan dan kecamatan Gunung Pati menyambung ke wilayah kabupaten Semarang dan Kendal.
· Landscape produktip juga akan berupa pertanian tambak dengan hutan bakau yang menerus dari bagian pantai barat kecamatan Tugu ke wilayah Kendal dan Pantai Timur pada kecamatan Genuk menerus ke Kendal.
· Semua kegiatan Urban agriculture dan aqua culture ( tambak ) akan dapt dikembangkan sebagai obyek wisata alam yang sangat menarik. Kombinasi pertanian kota dan “wisata desa” di dalam wilayah kota dengan kegiatan memancing di kolam, panen buah-buahan dan taman bunga merupakan landscape produktip. “Wisata desa “ akan memberi daya tarik terhadap kegiatan wisata konferensi yang memberi suasana tenang dan segar. Adapun kawasan tambak dan hutan bakau dapat menjadi wisata air ( memancing dan sampan ) yang dilengkapi dengan rumah makan dan cottages juga serta jogging track di hutan bakau dengan fasilitas jalan kaki berupa jembatan kayu menlusuri hutan bakau.
· Pengembangan pohon pohon produktip buah-buahan dikembangkan untuk melindungi daerah perbukitan. Perbukitan di bagian tengah kota Semarang yang penuh dengan permukiman “kumuh “ harus dilakukan untuk menjaga tanah langsor maupun memberi kesan alami dan menutupi kawasan permukiman tersebut membuat bukit-bukit di kota Semarang tengah mempunyai pemandangan yang estetis.
4. STRATEGI REALISASI
Persoalan yang paling menentukan dalam menciptakan Green City adalah dalam pengadaan lahan. Undang mengharuskan tanah publik 20 % merupakan pertanyaan besar.
Hanya dalam sistem real estate ruang terbuka umum dapat diciptakan melalui mekanisme pasar harga kapling bangunan yang telah termasuk harga semua area.
Ruang kota dan kesediaan ruang untuk kepentingan publik bagi penanggulangan bencana khusunya harus ditopang oleh masyarakat itu sendiri dan pemerintah. Pengadaan ruang terbuka di lahan privat harus dilakukan di samping lahan publik . Ketentuaan perlindungan / konservasi alam harus dilakukan di lahan privat seperti : ruang resapan air dan penghijauan penguatan tanah. Ruang resapan dengan penanaman pohon yang tidak mahal harus diberlakukan di semua area pengembang swasta.
Ruang ruang terbuka penjaga daerah rentan atau sebagai kawasan lindung walaupun merupakan tanah pribadi harus dikonservasi. Untuk itu subsidi harus diberikan seperti pembebasan pajak bumi dan memberi modal untuk usaha produktip berupa kegiatan pertanian, pariwisata , olah raga dan lainnya yang penting masih mendukung fungsi perlindungan alam.
Penataan ruang harus terbagi dahulu antara wilayah tidak terbangun yang berada ( di luar kapling ) dan wilayah terbangun. Untuk ruang tidak terbangun merupakan konstanta yang artinya suatu penetapan yang tidak pernah berubah. Adapun ruang terbangun merupakan ruang yang dapat berubah pemanfaatannya melalui revisi penatan ruang pada selang waktu revisi ( 5 tahun ) . Urban mutation merupakan perubahan pemanfaatan lahan di area terbangun yang selalu terjadi karena perkembangan penduduk dan perkembangan fungsi non permukiman. Misalnya jalan Pandanaran dahulu adalah perumahan ketika kota Semarang masih berpenduduk ratusan ribu.Namun setelah penduduk bertambah maka pertokoan pun bertambah sebagai hukum peningkatan demand terjadi peningkatan supply, dan perkembangan daerah komersialpun menjalar dari jalur komersial jalan mataram masuk ke jalan pandanaran yang merupakan jalur permukiman dan berkembang di simpang lima. Perkembangan area pemanfaatan sebagai aktivitas komersial tersebut tidak terjadi dengan loncatan ke daerah pinggiran kota tetapi menjalar dari pusat kota . Keadaan tersebut mencerminkan hukum economic scale yang berkembang secara keruangan.
Pengembangan Urban agriculture harus merupakan kebijakan yang harus didukung baik dalam aspek bisnis maupun sosial. Pengembangan sektor pertanian kota merupakan kebijakan melindungi para petani yang jumlahnya masih banyak ( diatas 50.000 orang th 2006 ) dari kehilangan tanah dan pekerjaannya. Pengembangan kegiatan pasca panen dan off farm sebagai proses kaitan kebelakang dan kedepan pengembangan pertanian merupakan hal yang mudah dilakukan karena sektor tersebut berada dalam wilayah kota yang tersedia dengan fasilitas. Sektor distribusi ( penjualan ) dan kualitas/kuantitas konsumen menjadi kekuatan daya tarik pengusahaan pertanian kota. Sektor pertanian kota ( termasuk Tambak ) dapat dikembangan atau dikombinasikan dengan sektor lain yaitu sektor pariwisata dan sektor industri dar hasil pertanian.
SEMARANG SMART GREEN CITY SELANJUTNYA MENJADI KEKUATAN KOTA YANG PERKASA DALAM SEKTOR EKONOMI DAAN SOSIAL DAN MERUPAKAN PEMENUHAN TERHADAP KEBUTUHAAN ATAMA YAITU KEAMANAN DARI BENCANA ALAM YANG TIDAK BISA DITOLAK. 5. LAMPIRAN VISUAL PEMBELAJARAN SMART GREEN CITY
PERPUSTAKAAN :
Benton-Short, Lisa and Short, John Rennie, 2008, Cities ad Nature. Routledge.
Thwaites Kevin, Porta Sergio, Romice Ombretta and Greaves Mark, Editors, 2007, Urban Sustainability trough environmental Design, Routledge.
Viljoen Andre, Editor, 2005, Cpuls Continous Productive Urban Lanscapes. Elsevier.
Pierce-Barry Costa, Editor, 2005, Urban Aqua Culture. CABI Publishing.
Semarang-Pemerintah Kota , Editor, Materi Teknis.
prof, saya mau tanya.apakah saya boleh meminta soft copy peta kawasan terbangun kota semarang yang ada di atas?saya butuh untuk tugas kuliah.terimakasih
BalasHapusfatma-pwk ugm
Prof, saya berlatar belakang pendidikan S2 Arsitektur Lanskap...ingin melanjutkan S3....senang jika bisa dibimbing Prof setelah membaca artikel mengenai Green City nya
BalasHapusPengirim : Andrianto Kusumoarto/Hp. 081387500722/ email : andri_anto72@yahoo.com
terima kasih profesor, tulisan yang menarik. membuat saya ingin terus berpikir dari sudut pandang yang berbeda. Ide yang menarik untuk menjadikan daerah genangan menjadi spot rekreasi. terima kasih
BalasHapusHari-DKB UGM